Langsung ke konten utama

Sirnanya Fitrah Ketauhidan




Komariyah

( Participants Sekolah Kepenulisan Dakwah 2 )


Seorang lelaki berada di atas punggung seekor keledai, yang tengah berusaha naik ke bukit Husban. Jiwa lelaki itu bergejolak penuh amarah. Ia ingin melakukan perlawanan terhadap lelaki pilihan Allah yaitu Nabi Musa AS. 


Nabi Musa telah mengingatkan dirinya yang telah tersesat dari jalan kebenaran. Namun bukannya bertaubat,  bahkan telah menuding Nabi Musa telah merendahkan dan merugikan dirinya, padahal apa yang terjadi akibat ulahnya sendiri, yaitu membela kebatilan demi meraih kemewahan dunia. Penunggang keledai itu bernama Bal'am bin Ba'ura. 


Malik bin Dinar mengatakan, "Ia adalah seorang  ulama dari Bani Israil yang doanya senantiasa dikabulkan. Mereka mendahulukannya ketika menghadapi berbagai kesulitan. Dialah yang Allah sebutkan dalam firman-Nya.( فَٱنسَلَخَ مِنْهَا ), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu."


Bal'am bin Ba'ura kemudian kehilangan kemuliaannya. Allah telah mencabut darinya, karena dia telah keluar dari Fitrah ketauhidannya.


Kondisi mengenaskan dan terhina harus dirasakan. Lidahnya terjulur hingga ke dada. Kisah ini sebab diturunkannya Al Qur'an surah Al A'raf ayat 175 -177.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


{وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ (177) }


Artinya : Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab),( kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu meng­halaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir(176). Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.(177)


Bal 'am bin Ba'ura, lelaki alim itu sebenarnya akan ditingkatkan lagi derajatnya, jika ia tidak dalam kesesatan. Namun karena ia tergoda oleh gemerlap dunia yang ditawarkan penguasa Kan 'aniyah. Penguasa  yang saat itu tidak menyukai kehadiran Nabi Musa yang melakukan exodus ke wilayahnya, menganggap bahwa Nabi Musa akan mengancam eksistensi kekuasaannya, maka itulah kehancuran dan kehinaan Bal 'am bin Ba'ura dan pengikutnya. 


Lelaki yang dijuluki ulama itu awalnya menolak, karena dirinya sangat tahu siapa Nabi Musa, tetapi bujuk rayu penguasa zalim dengan iming-iming gemerlap dunia,  ia pun luluh dan menerima tawaran itu. Dia kemudian bersekongkol dan bersiasat dengan penguasa zalim untuk merusak akhlak pengikut Nabi Musa, bahkan bersedia mendoakan keburukan untuk mereka. 


Dia berdoa keburukan untuk Nabi Musa dan pengikutnya.  Namun Allah membalikkan doa dan perkataan lelaki itu. Keburukan itu justru menimpa kaumnya, sedangkan Nabi Musa dan pengikutnya mendapat doa kebaikan dari Bal 'am bin Ba'ura. Ia pun  diprotes kaumnya, karena doanya terbalik.

"Inilah yang tak mampu aku kendalikan lagi."

Bal 'am menjawab dengan gelisah, karena ucapannya tak bisa lagi sesuai dengan niat dan keinginan hatinya. 


Kisah Bal 'am bin Ba'ura adalah pelajaran berharga agar kita tidak keluar dari fitrah ketauhidan yang telah Allah anugerahkan. Gemerlap dunia adalah semu belaka. Siksa yang diterima  bukan hanya di akhirat tetapi juga di dunia. 


Bal'am bin Ba'ura  telah kehilangan kemuliaan.  Dia tak lagi menjadi hamba yang Muhtadi (mendapat petunjuk) dan dia juga telah menjadi  hamba yang ghafilun ( orang yang lalai), demi cinta dunia, itulah penyakit wahn.


Bagaimana agar kita terjaga menjadi orang orang yang mendapat petunjuk, yaitu orang yang diberi bimbingan oleh Allah dalam mempergunakan akal pikiran dan tenaganya sesuai fitrah dan tuntunan agama,  banyak bersyukur, orang yang mau mengambil jalan hanya satu yaitu beribadah kepada Allah dengan amal kebajikan yang lahir dari iman. Berusaha untuk Istiqomah dalam ketakwaan.

 

QS Al An 'am : 153.


 هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُۚ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۝١٥٣


Artinya :

Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.


Sebaliknya jika mengikuti hawa nafsu, tidak memahami ayat-ayat Allah dengan akal dan pikirannya dan lebih memilih jalan kesesatan, maka itulah kerugian besar dan balasannya adalah Neraka Jahanam.

Wallahu Alam.


#Narasiuntuksivilisasi


Referensi :


Tafsir Ibnu Katsir Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh.


Tafsir Al-Munir- Prof. Dr.Wahbah az Zuhaili.


Aktual.com. Ahmad Himawan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salam...

Menuju peradaban yang diinginkan seluruh manusia, semestinya memenuhi siklus:  Refleksi sejarah, Konteks kekinian dan Gagasan masa depan. Dari ketiga unsur ini, ada satu kesamaan, yaitu kebutuhan akan narasi. Paling tidak, jangan sampai kita semua tersesat pada jalan yang berkebalikan, yakni alih-alih membangun peradaban, malah justru memundurkan peradaban karena salah dalam menerjemahkan   core   (inti) dari setiap unsur pembangun peradaban itu sendiri. Dalam Islam, kita mengenal istilah adab sebelum ilmu, ilmu sebelum 'amal dan menariknya kita perlu mengetahui sekaligus mengerjakan 'amaliyah yang menguatkan adab. Disinilah titik yang mempertemukan ketiganya, yaitu narasi.  Pembaca, selamat menikmati:  narasi untuk sivilisasi

MENGULIK ALASAN

  Epit Rahmayati (Coach Sekolah Kepenulisan Dakwah 2) Ia tersadar telah tertinggal dalam perang Tabuk. Bukan, bukan karena ketidak mampuannya ia tertinggal. Bahkan ia merasa dalam kondisi sangat prima dengan perbekalan memadai. Namun, ia tertinggal karena tak mampu menepis bisikan yang merayu, meniup-niupkan kata 'nanti', hingga ia benar-benar tertinggal! Ia malu, malu pada diri, malu pada sekitar dan tentu malu pada Allah dan Rasul-Nya. Dari sekian yang tertinggal kebanyakan orang-orang yang memang secara syar'i  diperbolehkan tinggal dan atau orang yang terindikasi dalam kemunafikan. Inginnya Ka'ab merangkai kata, menyusun ba'it. Pada saat Nabi meminta alasan. Ka'ab pasti sanggup, ia termasuk pemuka kaum, orator ulung pandai bernegosiasi. Tapi, tidak! Ka'ab tak kuasa. Lidahnya kelu tertahan nurani kejujuran. Ia tertunda dari Tabuk, karena terpesona keadaan, menjustifikasi kata 'nanti' hingga menyeret pada kelalaian. Ka’ab bin Mâlik, Hilal bin Umayy...

DERITA HASAD

 Epit Rahmayati (Coach Sekolah Kepenulisan Dakwah) Terpuruk dalam kubangan nista. Kala dengki menyentuh sukma. Memendam benci, di batas yang tak pernah pasti. Sampai pada rasa hasad melenyapkan belas asih. Meski Qabil sadar Habil adalah bagian nasabnya, bersaudara dari bapak yang sama. Namun nafsu amarah tak bisa dicegah. Tatkala persembahan Habil diterima, sementara pemberiannya terjelembab dalam kedustaan hati, tak laik uji.  "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu! ” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allâh hanya menerima (ibadah kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al Maidah: 27) Angkara kian memuncak, saat iblis turut membisik prasangka. Nafsu melenyapkan Habil semakin menjadi. Akumulasi hasad menari di benak. Membangkit dendam, yang ...