Langsung ke konten utama

LALAI YANG TERPUJI

 




Aunur Rafiq Saleh

( Coach Sekolah Kepenulisan Dakwah 2)



وَلَا تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ


“… dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (al-A’raf: 205)


• Lalai adalah lenyapnya sesuatu dari ingatan, fikiran dan hati, sehingga terlupakan dan tidak terpikirkan lagi.


• Penyakit lalai bisa merusak hati, hingga membuat seorang Muslim tidak teringat lagi berbagai hal yang seharusnya selalu diingat dan dipikirkan lalu dilakukan atau ditinggalkan, sesuai tuntutannya.


•Ada dua macam lalai: Terpuji dan tercela.


•Lalai yang terpuji disebutkan dalam firman Allah:


إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ


"Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik, yang lengah, dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar”. (an-Nur: 23)


• Wanita-wanita salehah ini disebut الْغَافِلَاتِ karena di dalam hati dan fikiran mereka sudah tidak ada lagi kata maksiat. Tidak terpikirkan lagi untuk berbuat jahat, menyakiti, menipu, mengambil hak orang lain, memfitnah, mendendam, dan menzalimi orang lain. Yang teringat hanya ketaatan, kebaikan, kesalehan dan mengajak orang kepada kebaikan. Mereka sudah mencapai tingkatan haqqa tuqatihi” (Ali Imran: 102) atau "humul mu’minuna haqqa” (al-Anfal: 4).


• Sedangkan lalai yang tercela ada tiga:


• Pertama, lalai secara sempurna. Di dalam hati dan pikirannya  tidak ada lagi kebaikan. Yang terpikirkan hanya berbuat zalim, jahat, curang, menipu, merusak dan menghalangi orang dari kebaikan. Tidak ada lagi akhirat di dalam hati dan pikirannya. Yang ada dalam benaknya hanya dunia dan dunia.


يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ


"Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai”. (ar-Rum: 7) 


• Kedua, lalai yang terulang. Mereka adalah Muslim yang bermaksiat. Terkadang ingat dan terkadang lalai.


• Ketiga, lalai secara insidental dan jarang terjadi. Mereka adalah orang-orang saleh yang apabila lalai, cepat sadar dan teringat kembali.


إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ


"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)”. (al-A’raf: 201)


#Narasiuntuksivilisasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salam...

Menuju peradaban yang diinginkan seluruh manusia, semestinya memenuhi siklus:  Refleksi sejarah, Konteks kekinian dan Gagasan masa depan. Dari ketiga unsur ini, ada satu kesamaan, yaitu kebutuhan akan narasi. Paling tidak, jangan sampai kita semua tersesat pada jalan yang berkebalikan, yakni alih-alih membangun peradaban, malah justru memundurkan peradaban karena salah dalam menerjemahkan   core   (inti) dari setiap unsur pembangun peradaban itu sendiri. Dalam Islam, kita mengenal istilah adab sebelum ilmu, ilmu sebelum 'amal dan menariknya kita perlu mengetahui sekaligus mengerjakan 'amaliyah yang menguatkan adab. Disinilah titik yang mempertemukan ketiganya, yaitu narasi.  Pembaca, selamat menikmati:  narasi untuk sivilisasi

MENGULIK ALASAN

  Epit Rahmayati (Coach Sekolah Kepenulisan Dakwah 2) Ia tersadar telah tertinggal dalam perang Tabuk. Bukan, bukan karena ketidak mampuannya ia tertinggal. Bahkan ia merasa dalam kondisi sangat prima dengan perbekalan memadai. Namun, ia tertinggal karena tak mampu menepis bisikan yang merayu, meniup-niupkan kata 'nanti', hingga ia benar-benar tertinggal! Ia malu, malu pada diri, malu pada sekitar dan tentu malu pada Allah dan Rasul-Nya. Dari sekian yang tertinggal kebanyakan orang-orang yang memang secara syar'i  diperbolehkan tinggal dan atau orang yang terindikasi dalam kemunafikan. Inginnya Ka'ab merangkai kata, menyusun ba'it. Pada saat Nabi meminta alasan. Ka'ab pasti sanggup, ia termasuk pemuka kaum, orator ulung pandai bernegosiasi. Tapi, tidak! Ka'ab tak kuasa. Lidahnya kelu tertahan nurani kejujuran. Ia tertunda dari Tabuk, karena terpesona keadaan, menjustifikasi kata 'nanti' hingga menyeret pada kelalaian. Ka’ab bin Mâlik, Hilal bin Umayy...

DERITA HASAD

 Epit Rahmayati (Coach Sekolah Kepenulisan Dakwah) Terpuruk dalam kubangan nista. Kala dengki menyentuh sukma. Memendam benci, di batas yang tak pernah pasti. Sampai pada rasa hasad melenyapkan belas asih. Meski Qabil sadar Habil adalah bagian nasabnya, bersaudara dari bapak yang sama. Namun nafsu amarah tak bisa dicegah. Tatkala persembahan Habil diterima, sementara pemberiannya terjelembab dalam kedustaan hati, tak laik uji.  "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu! ” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allâh hanya menerima (ibadah kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al Maidah: 27) Angkara kian memuncak, saat iblis turut membisik prasangka. Nafsu melenyapkan Habil semakin menjadi. Akumulasi hasad menari di benak. Membangkit dendam, yang ...