Djoko P. Abdullah
Selembar daun yang gugur dan kekuasaan yang tumbang selalu dalam Intervensi Allah.
Apakah manusia punya momen dimana dia terlepas dari intervensi Allah? Sehingga dia begitu bebas tanpa intervensi pihak manapun menentukan dirinya sukses atau gagal? Angin yang tiba-tiba berhembus kencang atau perjumpaan dengan teman lama yang tak direncanakan, kebetulan atau Intervensi Allah?
Fenomena di sekitar kita sangat mengagumkan untuk kita amati. Kita ambil contoh tumbuh-tumbuhan misalnya, yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Ia tumbuh dan berkembang tak lepas dari Intervensi Allah. Untuk tumbuh dan berkembang, tumbuhan memerlukan sarana yang telah disediakan Allah: tanah dengan kandungan zat-zatnya, seperti air, garam, natrium, kalsium, magnesium dan yang lain seperti udara serta sinar matahari yang dengan itu tanaman bisa berasimilasi dan sebagainya.
Konklusi yang bisa tarik, bahwa untuk menuju ke hasil akhir, setiap makhluk tak bisa lepas dari Intervensi Allah SWT.
Meskipun jalan lurus (Shirathal Mustaqim) telah dibentangkan Allah, tetapi untuk melaluinya tidaklah semudah dan semulus yang dibayangkan. Kadang badai menghadang dan gelombang menghantam. Untuk meniti Shirathal Mustaqim ini sangatlah sulit tanpa pertolongan Allah, sesulit unta yang berusaha untuk masuki lubang jarum ( QS Al- A’raf: 40).
Kembalinya bayi Musa ke pangkuan ibundanya dalam one day story membuktikan dengan telak bahwa Intervensi Allah melampaui semua analisis dan rasionalitas kemanusiaan.
وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“....Tak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) (QS. Al-An’am : 59)
Nabi Musa pernah menghadapi situasi yang dilematis. Maju kena mundur kena. Maju terhadang dengan laut merah, mundur berhadapan dengan tentara Fir’aun. Di fase inilah Musa seperti berada di ujung kehidupannya. Hal ini seperti dikeluhkan pengikutnya yang berasumsi di titik inilah kehidupan akan segera berakhir. Ternyata Allah langsung mengintervensi Rasul-Nya bersama pengikutnya yang setia dalam kerja dakwah dan peradaban.
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ (61) قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ (62) فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ (63) وَأَزْلَفْنَا ثَمَّ الْآخَرِين
"Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "_Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.” (QS Asy-Syu’ara; 61). Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62) Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". "Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (QS Asy- Syu'ara:63).
Manusia yang menyerahkan semua urusannya hanya kepada Allah tidak akan pernah kecewa apapun hasilnya. Perhatikan bagaimana perkataan Musa Alaihissalam yang menunjukkan betapa totalitasnya bersandarnya beliau kepada Allah.
Bahwa selamatnya Musa Alaihissalam dan para pengikutnya dari kejaran tentara Fir'aun merupakan garansi dan nikmat dari Allah SWT yang wajib disukuri. Termasuk nikmat yang kita peroleh hari ini berupa iman, Islam, jamaah, dan Harakah. Maka hal tersebut adalah penting dan besar dalam yang tidak boleh kita lupakan.
Hasil musyawarah Darun Nadwah, yang terdiri dari para pemuka Quraisy memutuskan untuk membunuh Nabi Saw. Eksekutor yang akan melakukan pembunuhan tersebut terdiri dari para pemuda kuat dari kabilah Quraisy dengan kepiawaian menggunakan pedang.
Nabi yang saat itu dalam situasi genting, spontan mendapat wahyu dari malaikat Jibril. Selimut Nabi diserahkan kepada sahabat Ali bin Abi Thalib untuk mengelabui, kemudian Nabi keluar dan menaburkan tanah ke arah atas kepala orang-orang kafir tersebut. Adapun ayat yang dibaca oleh Nabi Saw saat itu adalah surat Yasin ayat 9
وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ
"Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yasin: 9)
Berkat kemuliaan Nabi yang membaca ayat tersebut, orang-orang kafir yang sudah mengintai dan mengepung rumah Nabi tertidur pulas dan tidak sadarkan diri. Sebagian meriwayatkan bahwa para pengepung tersebut tidak bisa melihat Nabi Saw.
Di tengah perjalanan, keduanya singgah di gua Tsur selama 3 hari,. Tujuannya untuk mengecoh orang-orang yang mengejar mereka. Bila pasukan pengejar ini kembali ke Makkah, keduanya baru akan melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.
Di dalam gua Abu Bakar Radhiallahu Anhu tampak ketakutan dan khawatir bila keberadaan mereka diketahui oleh pasukan pengejar, sehingga mereka akan menangkap sekaligus menyakiti Nabi Saw. Rasulullah Saw berusaha menenangkan sahabatnya itu, sembari bersabda:
يَا أَبَا بَكْرِ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِتُهُمَا
"Hai Abu Bakar, bagaimana menurut pendapatmu jika ada dua orang dan Allah SWT adalah yang ketiga?" (HR Bukhari dan Muslim)
Allah SWT pun menurunkan pertolongan kepada Rasulullah Saw melalui sakinah yang dirasakan beliau. Selain itu, Allah SWT juga menurunkan bantuan berupa bala tentara yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Mereka adalah para malaikat.
Kisah Suraqah bin Malik memusuhi Rasulullah SAW saat pagi hari dan sore harinya menjadi senjata yang melindungi Nabi disampaikan oleh sahabat Nabi Saw, Anas bin Malik ra. Pada awalnya, Suraqah adalah salah seorang pemburu Rasulullah Saw saat beliau sedang dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Yatsrib.
Pemuka kaum kafir Quraisy menawarkan hadiah 100 unta kepada siapa pun yang berhasil menangkap sang pembawa risalah Islam itu, hidup atau mati.
Akhir dari kisah ini adalah Suraqah tersungkur menyerah. "Suraqah menjadi orang yang memerangi Rasulullah Saw di pagi hari dan sore harinya menjadi senjata yang melindunginya,” ujar Anas bin Malik sebagaimana dikutip dalam kitab Shahih al-Bukhari.
Ibnu Rajab Rahimahullah dalam "Jami’ul Ulum wa Hikam" tatkala menjelaskan makna Tawakkal mengatakan, “Tawakkal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah 'azza wa jalla untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilang bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan Kepada- Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa "tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata’.”
Benarlah apa yang pernah dikatakan oleh Hujjatul Islam Ibnu Taimiyah yang merasa selalu dalam intervensi Allah apapun yang dialaminya
ما يصنع أعدائي بي؟ أنا جنتي وبستاني في صدري، أين رحت فهي معي لا تفارقني، أنا حيسي خلوة، وقتلي شهادة، وإخراجي من بلدي سياحة
"Apa yang akan dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Aku, surga dan dan kebunku dalam dadaku. Kemana pun aku pergi, ia selalu bersamaku. Jika aku dipenjara, maka ia bagiku khalwat (bersendirian dengan Allah). Jika aku terbunuh, maka ia bagiku kesyahidan. Jika aku diusir dari negeriku, maka bagiku ia adalah wisata.”
#Narasiuntuksivilisasi
Komentar
Posting Komentar